Ternyata Sabung Ayam Punya Sejarah Sebagai Pengingat 3 Peristiwa Besar Di Nusantara

Ternyata Sabung Ayam Punya Sejarah Sebagai Pengingat 3 Peristiwa Besar Di Nusantara
Ternyata Sabung Ayam Punya Sejarah Sebagai Pengingat 3 Peristiwa Besar Di Nusantara. Sejak dahulu, adu ayam jago atau biasa disebut sabung ayam merupakan permainan yang sudah dilakukan masyarakat di kepulauan Nusantara. Sabung ayam merupakan perkelahian ayam jago yang memiliki taji dan terkadang ditambahkan logam yang runcing di tajinya. Ternyata permainan sabung ayam di Nusantara tidak hanya sebuah permainan hiburan semata bagi masyarakat, tetapi merupakan sebuah cerita kehiduan baik sosial, kebudayaan dan politik.
Permainan sabung ayam di pulau Jawa berasal dari folklore (cerita rakyat) Cindelaras yang memiliki ayam sakti dan diundang oleh raja Jenggala, raden Putra untuk mengadu ayam. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia dipancung kepalanya, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras. Dua ekor ayam tersebut lalu bertarung dengan gagah berani.
Namun dalam waktu yang sigkat, ayam Cindelaras berhasil menang melawan ayam sang Raja. Akhirnya Raja mengakui kehebatan ayam Cindelaras. Penonton bersorak sorai mengelu-elukan ayam Cindelaras yang gagah itu. Di saat yang sama sang Raja mengetahui bahwa Cindelaras tidak lain adalah putranya sendiri yang lahir dari permaisurinya yang terbuang akibat iri dengki sang selir. Di samping itu, sejarah sabung ayam juga sebagai pengingat 3 peristiwa besar di Nusantara diantaranya:
  1. Peristiwa Politik di Masa Lalu
Sejarah sabung ayam juga menjadi sebuah pengingat peristiwa politik pada masa lampau. Kisah kematian Prabu Anusapati dari Singosari yang terbunuh saat menyaksikan sabung ayam. Kematian Prabu Anusapati terjadi pada hari Budha Manis atau Rabu Legi ketika di kerajaan Singosari sedang berlangsung keramaian di istana kerajaan salah satunya adalah pertunjukkan sabung ayam.
Peraturan yang berlaku adalah siapapun yang akan masuk ke dalam arena sabung ayam dilarang membawa senjata atau keris. Ken Dedes ibu Anusapati menasehati anaknya agar tidak melepas keris pusaka yang dipakai sebelumnya, tetapi sesaat ketika sabung ayam belum dilakukan di dalam arena Anusapati terpaksa melepaskan kerisnya atas desakan Pranajaya dan Tohjaya. Pada saat itu di arena terjadi kekacauan dan akhirnya peristiwa yang ditakutan Ken Dedes terjadi dimana kekacauan itu merenggut nyawa Anusapati.
  1. Tradisi Mengharmoniskan Hubungan Antar Manusia
Di Bali sejarah sabung ayam mengingatkan pada tradisi yang disebut Tajen. Tajen berasal dari tabuh rah, salah satunya yadnya (upacara) dalam masyarakat Hindu di Bali. Tujuannya mulia, yaitu mengharmoniskan hubungan manusia dengan bhuana agung. Yadnya ini runtutan dari upacara sarananya menggunaan binatang kurban, seperti ayam, babi, itik, kerbau, dan berbagai jenis hewan peliharaan lain.
Sebelumnya pun dilakukan ngider dan perang sata dengan perlengkapan kemiri, telur dan kelapa sebelum disembelih. Perang sata dilakukan oleh ayam dalam rangkaian kurban suci yang dilaksanaan tiga partai (telung perahatan), yang melambangkan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan dunia. Perang sata merupakan simbol perjuangan hidup. Tradisi ini sudah lama sekitar tahun 1200 semenjak kerajaan Majapahit yang melakukan pelarian ke Bali.
  1. Simbol Hubungan Sosial Antar Masyarakat
Dalam kebudayaan Bugis sendiri sejarah sabung ayam merupakan pengingat bahkan telah melekat sebagai budaya lama dalam menunjukkan hubungan sosial antar masyarakat disana. Gilbert Hamonic menyebut bahwa kultur Bugis kental dengan mitologi ayam. Hingga raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, digelari “Haaantjes van het Oosten” yang berarti Ayam Jantan dari Timur. Dahulu orang tidak disebut pemberani jika tidak memiliki kebiasaan minum arak dan adu ayam. Dan untuk mengasosiasikan dengan keberanian itu biasanya dibandingkan dengan ayam jantan paling berani di kampungnya.
Pada tahun 1562 Raja Gowa X Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tanipalangga Ulaweng mengadakan kunjungan resmi ke Kerajaan Bone dan disambut sebagai tamu negara. Raja Gowa kemudian mengajak raja Bone La Tenrirawe Bongkange untuk memeriahkan suatu acara disana dengan sabung ayam. Singkat cerita ayam sabungan Raja Gowa kalah oleh ayam sabungan raja Bone. Raja Gowa kehilangan 100 katie emas yang sebelumnya dipertaruhkannya. Hal itu merupakan fenomena kekalahan yang sangat memukul dan membuat raja Gowa malu. Di satu sisi kemenangan raja Bone menempatkan kerajaannya dalam posisi psikologis  yang kuat terhadap kerajaan kecil yang ada disekitarnya.
Ternyata pada jaman dahulu kala, sabung ayam di Nusantara bukan hanya sebuah permainan rakyat semata. Tetapi sejarah sabung ayam yang mengingatkan kita kepada 3 peristiwa besar di Nusantara. Semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

Mitos Atau Fakta, Minum Teh Pahit Bisa Atasi Diare?

DK PBB: Sebanyak Delapan Penjaga Perdamaian PBB Tewas Di Kongo Timur

Nikmatnya Pepes Ikan Mas Daun Singkong, Bikin Yuk!